Pages

Labels

slide

30 Desember 2012

Choice the best...


Rabu (5/12/2012) 21 Muharam 1434
Bismillah,
Ketika ada keterangan bahwa musuh terberat itu adalah diri kita sendiri (baca : hawa nafsu), itu benar sekali. Mungkin kita bisa memotivasi, menceramahi atau menyadarkan orang lain tentang sesuatu kebaikan. Tapi pertanyaan selanjutnya ialah, apakah kita bisa memotivasi diri sendiri ketika memang kita gagal dalam suatu petarungan, atau apakah bisa kita mengimplementasikan apa yang kita ucapkan yang menjadi suatu ciri integritas, atau kah kita dapat senantiasa melakukan kebaikan dan kembali ke jalan yang benar, ketika kita sudah berada di jalan yang salah atau bahkan mendekati.

Menurut saya pernyataan terakhir menjadi pernyataan yang sangat menarik. Pasalnya, memang kita akan merasa lebih nyaman melakukan suatu keburukan jika sudah mendekati. Maksudnya, kita melakukan suatu pekerjaan yang mana pekerjaan tersebut dapat dikatakan mendekati buruk. Mungkin itu salah satu alasan kenapa Allah melarang kita untuk mendekati zina dan tidak langsung melarang kita berzinah. Karena ketika kita sudah mendekati suatu keburukan maka dominannya kita akan terpaksa melakukan keburukan tersebut pada akhirnya. Sudah tanggung basah, ya tinggal mandi saja. Mungkin demikian sederhananya.
Namun, hal ini dapat berlaku sebaliknya. Tepatnya, ketika kita mendekati suatu kebaikan maka kita pun akan terpaksa untuk melakukan kebaikan tersebut. Misalnya, kita ngaji dari magrib sampai isya di masjid. Tentunya, kita akan lebih terdorong untuk melaksanakan shalat isya terlebih dahulu di mesjid, meskipun pada awalnya tidak ada niat demikian.
Meskipun demikian, kesadaran setiap individu tetap saja yang paling utama. Misalnya ada kok yang memang sudah mendekati zina tapi ternyata sadar dan berpaling, atau ada juga tuh orang yang sedang duduk di mesjid dan satu menit lagi adzan tapi malah sengaja pergi dan menunda shalatnya.
Mungkin itulah spesialnya hidup ini. Karena dalam hidup ini selalu ada pilihan dan memang tugas kita untuk memilih, apakah memang kebaikan atau keburukan. Itu tergantung kita. Justru saya rasa hal ini tidak perlu diperdebatkan, tapi harusnya disyukuri. Pasalnya, kita selaku manusia berarti masih bisa menentukan jalan kita sendiri. “Tidak ada paksaan untuk(memasuki) agama (islam)…” (QS. Al Baqoroh : 256).
Tapi, bukan berarti juga kita boleh untuk mendekati keburukan atau di sini zinah. Selaku makhluk yang dikaruniai akal, tentunya kita dapat berfikir mana yang terbaik untuk kita. Bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat.
Sebagai landasan kita untuk menentukan pilihan dalam hidup kita, Allah mengkaruniakan kita Alqur’an. Bukan hanya sebagai kitab untuk dibaca, tapi alqur’an juga dapat dijadikan sebagai pedoman hidup yang tidak ada keragu-raguan di dalamnya.
“Kitab (Alqur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” (QS. Al Baqoroh :2)
Tentunya, setiap pilihan pasti ada konsekuensinya. Ketika kita memutuskan untuk memilih jalan kebaikan atau kebanaran, maka konsekuensinya, kita harus melaksanakan kebaikan tersebut secara konsisten dan berkomitmen untuk tetap berada pada jalan tersebut apapun yang terjadi.
Bisa jadi, ketika kita memutuskan untuk berbuat baik, ternyata ada yang memang tidak suka terhadap sikap kita yang demikian. Bahkan bisa juga yang menolak itu orangtua kita sendiri. Nah, selanjutnya bagaimana kita. Apakah kita akan berpaling dari kebenaran dan menuruti keinginan mereka untuk berpaling, atau tetap konsisten dan berkomitmen untuk tetap berada dalam jalan kebaikan?
Jadi, selagi masih bisa memilih, pilihlah yang terbaik untuk hidup kita. Bukan hanya di dunia tapi di akhirat kelak. Dan karena setiap pilihan tentunya ada konsekuensinya, maka langkah selanjutnya ialah menentukan strategi untuk bertahan dan tetap berada dalam jalan kebenaran. Wallahu ‘alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar