Pages

Labels

slide

22 Desember 2013

Dari Ayunan sampai Liang Lahat

Resensi Buku
Dari Ayunan Sampai Liang Lahat, Imam Ahmad rahimahullah
Pemuda Ilmu dari Negeri Baghdad

Judul Buku                       : Dari Ayunan Sampai Liang Lahat
Penulis                             : Abu Nasyim Mukhtar
Penerbit                           : Toobagus Publishing
Tahun Terbit                    : 2013
Kota Terbit                      : Bandung
Jumlah Halaman               : 196 Halaman

Sumber gambar : http://toko-has.com
“Selalu dengan mahbarah, sampai pun nanti ke maqrabah”. Begitulah jawaban Al-Imam Ahmad ketika ditanya alasan beliau tetap melakukan thalabul ‘ilmi (mencari ilmu) meskipun sudah menjadi seorang Imam yang terkemuka di kalangan kaum muslimin. Sebuah jawaban yang merepresentasikan kecintaan Al-Imam Ahmad akan thalabul ‘ilmi. Sebuah jawaban yang menegaskan itikadnya untuk selalu mencari ilmu yang dianalogikan dengan mahbarah (alat tulis), sampai jenazahnya dipanggul di atas bahu menuju kuburan (maqbarah).
Kecintaan Al-Imam Ahmad dalam mencari ilmu bisa terlihat dari jauhnya jarak yang beliau tempuh untuk mencari ilmu. Bayangkan saja, ketika dihitung semenjak pertama kali meninggalkan tempat kelahirannya Baghdad menuju Kufah, kemudian ke Bashrah, Baghdad, Hijaz, Makkah, Yaman dan tempat lainnya, jarak yang Al-Imam Ahmad tempuh jika dihitung ialah sama dengan diameter mengelilingi bumi. Padahal, ketika itu belum ada kendaraan yang menggunakan mesin seperti halnya motor, mobil, pesawat dan sebagainya. Bahkan, jarak dari satu tempat ke tempat yang lain pun harus ditempuh dalam waktu satu bulan. Sebuah bukti yang menegaskan kecintaan Al-imam Ahmad dalam mencari ilmu.
Nampaknya, kecintaan Al-Imam Ahmad dalam mencari ilmu seperti yang diuraikan di atas lah yang membuat Abu Nasyim Mukhtar, menulis biografi singkat rihlah atau perjalanan Al-Imam Ahmad dalam mencari ilmu. Cerita mengenai kesabaran Al-Imam Ahmad dalam mencari ilmu dengan berjalan kaki sampai satu bulan, pertemuan Al-Imam Ahmad dengan ulama-ulama besar ketika itu, sedikit cerita tentang tragedi mihnah dan sikap Al-Imam Ahmad terhadap guru dan muridnya, dengan ringkas Abu Nasyim tuliskan dalam bukunya “Dari Ayunan Sampai Liang Lahat”.
Dalam buku “Dari Ayunan Sampai Liang Lahat” tersebut, diceritakan pula bagaimana kesabaran Ibunda Al-Imam Ahmad, Shafiyyah bintu Abdul Malik dalam mendidik Al-Imam Ahmad. Bagaimana tidak, ayahanda Al-Imam Ahmad, Muhammad bin Hanbal sudah meninggal dunia sebelum Al-Imam Ahmad laihr ke dunia ini. Tentunya hal ini menjadikan peranan Ummi Shafiyyah dalam mendidik dan merawat Al-Imam Ahmad semakin berat, karena beliau harus berperan juga sebagai ayah secara langsung. Diceritakan bahwa Ummi Shafiyyah terpaksa menyewakan salah satu bangunan sederhana yang ditinggalkan suaminya, untuk merawat dan memenuhi kebutuhan hidup mereka berdua, karena beliau bertekad untuk tidak tergantung kepada orang lain, bahkan memutuskan untuk tidak menikah lagi, sebab ingin mendidik Al-Imam Ahmad dengan perhatian yang lebih.
Selain cerita antara Al-Imam Ahmad dan ibundanya, dalam buku “Dari Ayunan Sampai Liang Lahat” juga diceritakan mengenai pengalaman Al-Imam Ahmad ketika mencari ilmu dan bertemu dengan ulama-ulama besar ketika itu seperti Imam Syafi’I, Abu Mu’awiyah Adh-Dhahir, Waki Bin Al-Jarrah, Yahya Bin Sa’id Al Qattan, Abdurrazaq Bin Hammam dan yang lainnya. Salah satu yang membuat Al-Imam Ahmad begitu istimewa ialah, hampir semua guru yang pernah memberikan pengajaran dan menyampaikan sebuah riwayat hadits kepada beliau memuji dan menyanjung kesabaran serta ketaatan Al-Imam Ahmad. Seperti yang pernah disampaikan oleh Imam Syafi’i sebagai berikut :
“Saat aku meninggalkan Baghdad, tidak ada orang yang lebih alim, lebih afdhal, lebih faqih dan lebih bertaqwa daripada Ahmad bin Hanbal”
“Wahai Abu Abdillah, jika sebuah hadits menurut Anda shahih, beritahukan kepada saya. Aku akan pegang hadits itu. Entah orang tersebut dari Hijaz, Syam, Iraq atau Yaman”.
Dan benar saja, setiap hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Syafi’I di dalam ktab Al Umm dengan mengatakan “seorang tsiqoh (terpercaya) telah menyampaikan kepadaku” maka yang beliau maksud tsiqoh tersebut adalah Al-Imam Ahmad. Sungguh menjadi sebuah bukti akan kebesaran dan ketaatan Al-Imam Ahmad.
Buku “Dari Ayunan Sampai Liang Lahat” memiliki tata bahasa yang mudah untuk dipahami. Setiap sub bab juga tidak memiliki terlalu banyak isi, sehingga tidak terkesan membosankan. Selain itu, cerita-cerita yang dituliskan juga diserta dengan sumber yang jelas, bahkan beberapa dibarengi juga dengan pendapat ahli sejarah, sehingga dapat diyakini keasliannya.
Hanya saja, terdapat banyak istilah-istilah dalam bahasa arab yang tidak dibarengi dengan keterangan atau penjelasan dalam bahasa Indonesia, dimungkinkan menjadi kesulitan tersendiri bagi beberapa pembaca, terutama yang belum menguasai bahasa arab.
Meskipun demikian, buku “Dari Ayunan Sampai Liang Lahat” sangat cocok sekali untuk para remaja terutama bagi yang masih saja merasa malas dalam mencari ilmu dan hendak mencari inspirasi dalam mencari ilmu. Selain bagi mereka yang malas, buku ini juga dapat menjadi sebuah refleksi bagi para pejuang tholabul ‘ilmi agar kelak tidak lantas berhenti untuk mencari ilmu. Terakhir, kutipan dari Abi Ghassan semoga dapat mengingatkan kita untuk senantiasa semangat dalam mencari ilmu.

“Engkau akan pantas disebut orang berilmu selama engkau masih terus belajar! Jika engkau merasa cukup sehingga tidak belajar, maka engkau adalah orang jahil”. 

2 Desember 2013

Akhir yang Indah untuk Mengawali Sebuah Keindahan yang Baru #1

Akhir yang Indah untuk Mengawali Sebuah Keindahan yang Baru

sumber gambar:
http://ullybako.blogspot.com
Nopermber 2013, memang sudah berlalu. Hanya saja, kesan yang terkandung pada hari terakhir bulan tersebut seakan menjadi pelengkap keindahan puzzle bulan tersebut secara utuh. Ini bukan tentang sebuah gejolak rasa yang bersifat sementara. Lebih jauh lagi, ada sebuah pelajaran yang tidak saya dapatkan di bangku perkuliahan atau bahkan seminar nasional sekalipun, karena hal ini berkaitan dengan kehidupan.

Ya, setiap orang memiliki persepsi masing-masing akan kehidupan yang dijalaninya. Setiap orang juga berhak mengekspresikan kehidupannya sesuai dengan apa yang dia inginkan.

Tapi, pernahkah kita berpikir bahwa tidak semua orang dapat melakukan hal tersebut, atau (saya perjelas lagi), tidak semua manusia memiliki kebebasan untuk mengonsep kehidupannya sesuai persepsinya, mengekspresikan apa yang dia inginkan, atau bahkan mereka sama sekali tidak mengenal apa itu kebebasan.
Malam itu saya belajar bagaimana kerasnya hidup ini. Mungkin bagi sebagian orang terkesan tidak adil atau aneh, ketika pada satu sisi ada orang yang menjalani kehidupan dengan dikaruniai harta yang melimpah, meskipun usaha yang dilakukannya bisa dibilang biasa-biasa saja atau bahkan hartanya didapat dengan cara yang tidak baik. Tapi di sisi lain, ada sekelompok orang yang harus berjuang lebih keras lagi, untuk menyambung kehidupannya meskipun hasil yang didapat sama sekali tidak mencukupi bahkan hanya untuk makan dua kali dalam sehari.

Bagi beberapa orang (mungkin termasuk kita), masa anak-anak menjadi masa yang sangat mengesankan. Bagaimana tidak, pada masa tersebutlah kita bisa merasakan dengan bebasnya bermain tanpa harus memikirkan laporan yang harus dikumpulkan besok hari, atau ketika kita bisa bebas meminta sesuatu kepada orang tua kita semau kita tanpa pernah kita memikirkan bagaimana orangtua kita mendapatkannya, atau bahkan ketika kita masih bisa dengan lelapnya tertidur di rumah pada malam hari di atas kasur, tanpa perlu begadang menyelesaikan tugas atau memikirkan apa yang akan kita makan esok hari, karena sudah yakin bahwa orang tua kita pasti akan menyiapkan makanan untuk kita. Bisa jadi hal tersebut yang menjadi penyebabnya, atau hal-hal lainnya.

Namun, pernahkah kita memikirkan dan bertanya pada sekelompok anak yang lain, yang ketika malam hari tiba mereka justru harus tetap terjaga agar mereka dapat memastikan bahwa besok mereka bisa makan, atau ketika malam tiba, mereka justru harus keluar rumah dan meninggalkan tempat tidurnya untuk mencari uang hanya untuk memastikan bahwa Ibunya yang sedang sakit tidak perlu bekerja dan agar dia bisa mendapatkan uang untuk membeli makan keluarganya, atau bahkan mereka harus rela tidak bermain dan menghilangkan keinginannya untuk bersenang-senang karena memang mereka tidak memiliki waktu untuk melakukannya, atau mungkin mereka tidak memiliki uang untuk membeli apa yang diinginkannya.

Malu memang, ketika mereka harus meminta-minta kepada masyarakat yang sedang berkumpul atau bermain di keramaian. Hanya saja, mereka harus membuang rasa malu tersebut agar perut yang setiap hari mereka bawa tidak menambah beban penderitaan mereka. Jika ditanya ingin bekerja yang lebih layak, tentunya mereka juga mau. Hanya saja, badannya yang masih kecil, tulangnya yang masih rawan bahkan tenaganya yang masih begitu lemah sangat rentan sekali dan tidak memungkinkan untuk bekerja yang berat. Bahkan, justru bukan di sanalah seharusnya mereka. Mereka seharusnya belajar untuk masa depannya yang lebih baik. Mereka seharusnya di rumah untuk menyelesaikan PR yang mereka punya. Hanya saja, mungkin kita sendiri belum sepenuhnya tahu, apakah memang mereka sekolah? Atau apakah mereka sanggup membayar biaya sekolah dan tetap melanjutkan sekolahnya? Karena bisa jadi mereka pikir buat apa sekolah, jika hanya mengganggu waktunya untuk mencari uang. Sekali lagi, mereka bukannya tidak mau sekolah. Hanya saja, kemauan terkadang tidak sejalan dengan kenyataan. Mereka menyadari itu.

Mungkin, bagi beberapa orang beberapa hal yang disebutkan di atas terkesan aneh dan bisa jadi ada sebuah persepsi bahwa Tuhan tidak adil. Tapi percayalah, Allah itu Maha Adil. Tidak mungkin Allah menciptakan sesuatu secara dholim atau sia-sia. Segala yang diciptakannya memiliki hikmah dan sudah menjadi tugas kita (manusia), sebagai makhluk yang dikaruniai akal untuk mencari dan memikirkan hikmah tersebut.

Allah menciptakan mereka, salah satunya agar kita dapat bisa mensyukuri apa yang telah Dia berikan kepada kita. Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk sekolah, salah satunya agar kelak kita bisa membuat mereka juga bisa sekolah seperti kita. Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk tertidur agar kelak kita bisa membuat mereka lebih sejahtera sehingga tidak perlu mengemis lagi dan memiliki pekerjaan yang tetap. Namun kemudian pertanyaannya, sudahkah kita memikirkannya? Sudahkah kita mensyukuri apa yang kita miliki dan tidak selalu meminta lebih dengan semau kita? atau sudahkah kita peduli kepada sesama kita sebagai bentuk rasa syukur kita? Jika kita masih sulit menjawab pertanyaan tersebut, tanyakanlah jawabannya pada anak kecil tadi, yang harus meninggalkan masa-masa anaknya, agar perut yang senantiasa dibawanya setiap hari tidak menambah beban penderitaanya.
...

29 November 2013

No Smoking : Tidak Merokok Karena Allah (Resensi Buku)

Identitas Buku

Judul Buku                  : No Smoking : Tidak Merokok Karena Allah
Penulis                         : Syaikh Muhammad Jamil Zainu
Penerbit                       : Media Hidayah
Tahun Terbit                : 2003
Kota Terbit                  : Yogyakarta
Jumlah Halaman          : 104 Halaman

sumber gamba :
 http://gugundesign.wordpress.com
Merokok merupakan tindakan yang sudah dianggap wajar oleh masyarakat dunia, pada zaman ini. Bahkan pada beberapa kasus ditemukan bahwa rokok dijadikan sebagai sebuah indikator kedewasaan. Seseorang akan merasa lebih “dewasa” ketika sudah biasa merokok.
Hal ini tentunya menjadi sebuah ironi. Rokok yang pada hakikatnya mengandung bahan-bahan kimia berbahaya bagi tubuh, justru menghisapnya menjadi hal yang seakan dibanggakan. Jika demikian, apakah berarti dewasa itu identik dengan merusak diri sendiri? Padahal Allah melarang hal tersebut, sebagaimana firman-Nya :
“Janganlah kalian campakkan diri kalian dalam kehancuran” (QS Al-Baqoroh : 195)
Fenomena rokok yang sudah dianggap sebagai kebiasaan dan kewajaran ini, menjadi salah satu permasalahan yang dibahas Syaikh Muhammad Jamil dalam bukunya “No Smoking : Tidak Merokok Karena Allah”. Dalam buku tersebut, Syaikh Muhammad Jamil memberikan penjelasan kepada para pembaca mengenai bahaya rokok dari berbagai aspek, dari mulai kesehatan, ekonomi, sosial sampai dari segi moral.
Bahaya rokok yang ditinjau dari berbagai aspek tersebut, disempurnakan oleh penulis dengan dasar yang kuat, seperti ayat-ayat Al-Qur’an, Hadist Nabi, Hasil penelitian para ahli, sampai pengakuan perokok secara langsung.
Beberapa contoh bahaya rokok yang dijelaskan oleh Syaikh Muhammad Jamil dalam buku “No Smoking : Tidak Merokok Karena Allah” diantaranya ialah :
Dari aspek kesehatan, rokok dapat menyebabkan sebab timbulnya penyakit-penyakit pernapasan hingga kanker. Hal ini dikarenakan rokok mengandung bahan-bahan berbahaya, seperti nikotin yang ternyata merupakan racun.
Kemudian dari aspek sosial, perokok secara tidak langsung memberikan dampak negatif kepada orang lain, ketika dia sedang merokok. Mengapa? Karena, secara tidak langsung asap rokok yang dihembuskannya terhisap oleh orang lain di dekatnya. Padahal asap rokok yang dihembuskan tersebut memiliki kandungan zat kimia yang lebih berbahaya dibanding yang dihisap.
Dari aspek ekonomi, merokok dapat dikategorikan perbuatan yang mengahmbur-hamburkan uang. Penulis melakukan analogi perhitungan sederhana mengenai biaya yang harus dikeluarkan seseorang untuk membeli rokok dalam setahun. Ternyata, dalam setahun, seorang perokok menghabiskan sekitar 540 juta rupiah, hanya untuk membeli rokok.
Dari berbagai aspek yang disebutkan, dapat disimpulkan bahwa rokok sangat berbahaya dan tingkat bahaya tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan manfaatnya.
Selain mengenai bahaya rokok, dalam buku “No Smoking : Tidak Merokok Karena Allah” tersebut, Syaikh Jamil juga menyebutkan beberapa hasil penelitian mengenai rokok, kemudian pendapat beberapa ulama yang mengharamkan rokok, seperti Syekh Ahmad Kurdi, Syeikh Muhammad Al-Hamid, Syeikh Badruddin Al Husaini Ad Dimasyqi dan ulama-ulama lainnya. Selain itu, diampaikan juga beberapa alternatif mengenai upaya yang dapat dilakukan ketika hendak berhenti merokok, diantaranya seperti : berdo’a kepada Allah, mengganti rokok dengan buah-buahan dan makanan yang baik lainnya dan meminum obat lubidan.
Sebagai penutup, penulis memberikan alternative jawaban dalam menghadapi setiap alasan atau pertanyaan perokok dan juga nasihat bagi para perokok.
Buku ini memberikan penjelasan yang cukup jelas mengenai rokok dan hukum merokok itu tersendiri. Selain itu juga, ukuran buku yang kecil menjadikan buku ini lebih praktis untuk dibawa kemana saja. Hanya saja, bahasa yang digunakan penulis terkesan sangat tegas dan mungkin bagi beberapa orang kurang nyaman dibaca. Selain itu, penulis memakai analogi-analogi dari negara asalnya (Syiria) dalam memberikan contoh kasus yang mungkin kurang sesuai dengan keadaan di Indonesia.
Buku ini sangat cocok sekali bagi yang belum atau bahkan tidak pernah merasakan rokok agar tidak lantas menjadi seorang perokok nantinya. Buku ini juga bisa jadi rujukan bagi para perokok, terutama yang hendak memutuskan untuk berhenti merokok namun masih ragu atau masih bingung bagaimana agar dapat berhenti dari kecanduan rokok/


22 September 2013

Belajar dari Seorang Umar Bin Khattab

Mencari Sosok Umar Bin Khattab Masa Kini
 “Wahai wajah yang muram! Barangsiapa ingin ibunya kehilangan anak dan anaknya menjadi yatim atau istri-istrinya menjadi janda, temuilah aku di belakang bukit itu besok pagi”Umar Bin Khattab r.a.
sumber gambar : http://nettastephania.netau.net/2013/03/kesederhanaan-sayyidina-umar-bin-khattab-r-a/
Begitulah Umar Bin Khattab ra., ketika pada suatu waktu, umat islam yang hendak berhijrah ke Yastrib (Madinah) berhijrah secara sembunyi-sembunyi dan dilakukan malam hari, Umar justru memberitakan I’tikadnya untuk berhijrah di dekat ka’bah, di depan masyarakat Makkah ketika itu. Bahkan, Umar menantang siapa saja yang ingin menghalanginya berhijrah untuk menemuinya dan berhadapan dengannya.
Sosok Umar bin Khattab memang sangat fenomenal. Bukan hanya dikalangan muslim saja, tapi musuh-musuhnya pun mengakui kewibawaan dan keberanian serta kharisma yang dimiliki Umar Bin Khattab. Bahkan, sebelum memeluk Islam, Umar Bin Khattab merupakan salah satu komandan perang utama suku Quraisy yang sangat disegani. Mungkin hal tersebutlah, yang membuat Rasulullah SAW pun suatu ketika berdo’a agar Umar Bin Khattab dan menjadi seorang muslim. Maka ketika Umar Bin Khattab masuk islam, Islam pun merasakan dampak besar yang dibawanya bahkan beliau menjadi salah satu khulafaurrasyidin yang menjadi suksesor Rasulullah SAW.
Kepemimpinan Umar Bin Khattab pun tidak diragukan lagi kualitasnya. Hal tersebut terbukti pada masa kepemimpinan beliau, menggantikan Abu bakar Ash-Shidiq. Ketika itu, Islam mampu meruntuhkan kejayaan Romawi yang sudah berkuasa selama berabad-abad dan Islam pun semakin tersebar ke seluruh penjuru dunia.
Selain itu, Umar Bin Khattab pun mendapatkan gelar al-faruqatau pembeda antara yang haq dengan yang bathil dan Amirul Mu’mininatau pemimpinnya orang-orang yang beriman. Menurut sebuah keterangan, dikatakan bahwa gelar amirul mu’mininmerupakan gelar yang diberikan oleh seorang utusan dari Iraq yang pada suatu ketika ingin bertemu dengan Umar bin khattab yang ketika itu sudah menjadi khalifah. Selain itu, Umar Bin Khattab juga merupakan orang pertama yang mendapatkan gelar tersebut.
Selain kepemimpinan, keberanian dan kewibawaannya, Umar Bin Khattab pun merupakan seseorang yang cerdas dalam mengambil kebijakan atau memutuskan suatu perkara. Selain itu, beliau juga terkenal sebagai seorang pedagang yang cerdas.  Bahkan, seringkali sebuah wahyu itu turun, sejalan dengan pandangnya. Maka, tidak salah suatu ketika Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa jika saja ada nabi setelah Rasulullah SAW, maka dia adalah Umar Bin Khattab.
Dengan segala kemuliaan yang dimilikinya, maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa ummat islam saat ini membutuhkan sosok seperti Umar Bin khattab ra. Keberanian beliau dalam menyampaikan kebenaran dan kepemimpinannya serta ketegasannya, menjadi hal yang sangat langka dikalangan muslim bahkan manusia masa kini.
Satu hal saja, misalnya tentang keberanian kini menjadi salah satu hal yang langka di kalangan muslim. Tidak perlu muluk-muluk, berani untuk tidak berbuat maksiat saja, sudah menjadi hal yang asing saat ini. Lebih jauh lagi, berani untuk menyuarakan kebaikan, ketika taruhannya adalah nyawa.
Sebenarnya bisa jadi banyak orang yang berani saat ini. Tapi tetap saja, ada suatu hal yang berbeda yaitu tentang niat atau motivasi dari keberanian tersebut. Keberanian seorang Amirul Mu’mininUmar Bin Khattab ra., merupakan kebarnian yang tulus dan ikhlas hanya untuk Allah SWT. Sementara, mayoritas muslim saat ini seringkali memiliki keberanian karena alasan dan tujuan lain yang bersifat duniawi.
Selain dari keberanian, salah satu yang sangat langka di kalangan muslim saat ini ialah kezuhudan beliau akan kepemimpinan yang beliau terima. Beliau juga dikenal sebagai pemimpin yang merakyat dan tidak lantas merasa sombong dan tinggi hati dengan jabatan yang diterimanya. Seringkali ditemui, Umar Bin Khattab yang sudah menjadi seorang khalifah sedang  tidur hanya beralaskan tikar atau di bawah pohon yang rindang, sendiri tanpa ada seorang pun ajudan. Bahkan Umar Bin Khattab seringkali bepergian menunggangi unta sendiri tanpa ada seorang pun pengawal. Hal seperti itu mungkin sudah sangat jarang kita temui saat ini. Justru yang dilakukan pemimpin-pemimpin saat ini merupakan kebalikan dari apa yang Amirul Mu’mininlakukan. Pemimpin saat ini lebih memilih tidur di tempat yang nyaman, ketika masih banyak warganya yang bahkan tidak memiliki tempat tinggal. Pemimpin saat ini tidak pernah sepi dari pengawal, bahkan sampai menutup jalan umum ketika hendak pergi ke suatu tempat.
Mencari sosok Umar Bin Khattab masa kini, sebenarnya menjadi salah satu hal yang sulit direalisasikan bahkan mungkin menjadi sebuah ketidakmungkinan. Umar Bin Khattab memang sudah kembali ke hadapan Allah Azza Wajalla dan mungkin sedang merasakan indahnya kehidupan setelah kematian. Namun, mencari sosok yang memiliki karakteristik seperti beliau menjadi tantangan bagi seluruh ummat muslim saat ini. Bisa jadi, karakteristik tersebut tidak hanya dimiliki oleh satu orang saja, tapi merupakan gabungan dari beberapa orang yang jika disatukan bisa merepresentasikan sosok Umar Bin Khattab ra. Semoga saja, kita termasuk diantaranya.

16 September 2013

Biografi Singkat Ki Hajar Dewantara



Sang Pendidik
[Perjuangan, Pengabdian dan Pengajaran dari Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara (1898-1959)]

“Ing ngarso sun tulodo, ing madyo mbangun karso, tut wuri handayani”.
Bagi para akademisi atau pun seseorang yang memiliki perhatian penuh terhadap dunia pendidikan Indonesia, tentunya tidak asing lagi dengan semboyan yang disebutkan di atas. Sebuah semboyan yang menggambarkan peranan yang harus diberikan oleh seorang pendidik kepada anak didiknya, sebuah semboyan yang menegaskan pentingnya seorang pendidik dalam pendidikan dan sebuah semboyan yang menyadarkan kita bahwa kita harus senantiasa berusaha menjadi seorang pendidik, apapun profesi kita nantinya. Tepatnya semboyan tersebut dilontarkan oleh seorang Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara.
Bagi yang belum mengetahuinya, mungkin akan timbul sebuah pertanyaan : Siapakah Ki Hajar Dewantara itu?, Mengapa sampai diberi gelar sebagai Bapak Pendidikan Nasional? atau Mengapa hari kelahirannya dijadikan sebagai hari pendidikan nasional?
sumber gambar : http://infoserayu12.blogspot.com/2013/04/ki-hajar-dewantara-tokoh-pahlawan.html
Ki Hajar Dewantara, memiliki nama asli Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Lahir pada tanggal 2 Mei 1889,  Beliau merupakan salah satu dari keturunan dari keraton Yogyakarta. Namun, pada umur 40 tahun (berdasarkan hitungan tahun caka), beliau menghilangkan gelar kebangsawanan di depan namanya dan mengubah namanya menjadi Ki Hajar Dewantara, agar dapat lebih dekat dengan rakyat.
Ki Hajar Dewantara adalah seorang tokoh pejuang kemerdekaan dan pendidikan di Indonesia. Disebut sebagai seorang tokoh pejuang kemerdekaan, karena beliau bersama yang lainnya (seperti Ir. Soekarno, Cipto Mangoenkoesoemo, Douwes Dekker), berjuang merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan Belanda dan Jepang ketika itu, melalui aktivitas sosial dan politik ketika itu. Disebut sebagai seorang tokoh pejuang pendidikan, karena beliau merupakan seseorang yang berjuang memberikan pendidikan bagi seluruh rakyat, baik dari kalangan priyayi maupun rakyat jelata di Indonesia.
Ki Hajar Dewantara, menamatkan belajarnya di ELS (sekolah dasar Belanda), dan sempat belajar di STOVIA (Sekolah Kedokteran Bumiputera) namun tidak menamatkannya karena sakit. Kemudian beliau aktif menjadi seorang wartawan di beberapa media massa ketika itu. Tulisannya yang komunikatif, tajam dan patriotik, dapat membangkitkan semangat kesatuan dan anti-kolonial bagi para pembacanya.
Pada tahun 1908, Ki Hajar Dewantara bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudi) dan Cipto Mangoenkoesoemo, mendirikan Indishe Partij (Partai Indonesia) yang merupakan partai yang beraliran nasionalisme pertama di Indonesia yang bertujuan memerdekakan Indonesia. Namun ternyata, Belanda tidak menyetujui (dengan tidak memberikan status badan hukum) partai tersebut, dengan alasan bersifat provokatif yang akan menimbulkan semangat kesatuan rakyat Indonesia untuk “mengusir” Belanda dari Nusantara ketika itu.
Meskipun tidak mendapat persetujuan dari Belanda, perjuangan ki Hajar Dewantara dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia terus berlanjut, dengan mendirikan Komite Bumipoetera pada November tahun 1913. Komite tersebut merupakan komite tandingan dari komite yang dibentuk oleh Belanda dalam rangka merayakan seratus tahun kemerdekaan Belanda, yang mengharuskan setiap kawasan jajahan Belanda (inlander), menyetorkan uang untuk penyelenggaraan perayaan kemerdekaan tersebut.
Salah satu yang paling mendapat perhatian, dari pergerakanya di Komite Boemipoetra, ialah dengan membuat tulisan yang berjudul “Als Ik Eens Nederlander Was” atau “Seandainya Aku S eorang Belanda”. Dalam tulisannya tersebut, Beliau menyampaikan kritiknya terhadap sikap belanda dalam memeras inlander untuk mengadakan sebuah acara yang tidak ada sama sekali hubungannya dengan inlander tersebut.
Setelah pihak Belanda mengetahui tulisan tersebut, mereka (yang diwakili oleh Gubernur Jendral Idenburg), ketika itu menjatuhkan hukuman tanpa proses pengadilan kepada Ki Hajar Dewantara, dengan diasingkan ke pulau terpencil. Namun,  Ki Hajar Dewantara dihendaki untuk diasingkan ke Belanda. Berdasarkan pertimbangan lain, beliau memilih “dibuang” ke Belanda dibandingkan ke pulau terpencil di Indonesia. Sehingga, pada tahun 1913, beliau mulai diasingkan ke Belanda bersama teman-teman seperjuangannya yang lain
Ki Hajar Dewantara, tidak menyia-nyiakan kesempatannya untuk dapat mempelajari mengenai pengajaran dan pendidikan di Belanda. Bahkan, beliau pun mendapatkan gelar Europeesche Acte, yang merupakan sebuah ijazah yang sangat bergengsi ketika itu.
Akhirnya, pada tahun 1918 beliau dan teman seperjuangannya kembali pulang ke Indonesia dan memusatkan perjuangan beliau dalam memerdekakan Indonesia melalui jalur pendidikan. Kemudian, mereka, mendirikan Onderwijs Istitut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa), pada tanggal 3 Juli 1992. Tamansiswa ini merupakan salah satu bentuk aksi konkret mereka (terutama Ki Hajar Dewantara), dalam mengembangkan pendidikan di Indoesia.
Pergruruan Nasional Tamansiswa ini merupakan sebuah tandingan dari sekolah yang didirikan oleh Belanda. Sehingga, rakyat Indonesia ketika itu dapat merasakan pengajaran dan pendidikan tanpa memandang status sebagai rakyat biasa ataupun seorang priyayi. Karena semua golongan dapat bersekolah di sini, terutama rakyat jelata. Perguruan Nasional Tamansiswa juga memiliki semboyan, Ing ngarso sun tulodo, ing madyo mbangun karso, tut wuri handayani, yang menjadi semboyan pendidikan di Indonesia saat ini.
Setelah Indonesia meraih kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, beliau diangkat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan pertama Indonesia, dibawah Presiden Soekarno ketika itu. Kemudian, beliau juga sempat mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Gadjah Mada pada tahun 1957. Dua tahun setelah beliau mendapatkan gelar kehormatan tersebut, beliau menghebuskan nafas terakhirnya, tepatnya pada tanggal 26 April 1959 dan di makamkan di Taman Wijaya Brata, Yogyakarta.
Berkat perjuangannya dalam upaya memerdekakan Indonesia, beliau ditetapkan sebagai pahlawan Nasional, berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 305 tahun 1959, pada tanggal 28 November 1959. Selain itu, hari kelahirannya pun (2 Mei), dijadikan sebagai hari pendidikan Nasional, sebagai penghormatan dan penghargaan atas jasa beliau dalam dunia pendiidkan di Indonesia.
Ki Hajar Dewantara tentunya tidak hanya mendapatkan gelar secara dejure saja. Tapi, secara faktanya juga, Beliau merupakan seorang tokoh yang sangat menginspirasi, baik sebagai seorang wartawan, politisi maupun seorang  akademisi atau aktivis pendidikan.
Sebagai seorang wartawan, Ki Hajar Dewantara dapat menunjukan bahwa sebuah tulisan dapat dijadikan sebagai alat pemersatu bangsa, ketika tulisan tersebut bersifat konstruktif dan patrrioitik. Selain itu juga, keberanian beliau dalam menyampaikan pendapat demi tercapainya sebuah keadilan, meskipun ancamannya berat, sepantasnya dijadikan inspirasi oleh para wartawan saat ini.
Sebagai seorang politisi, Ki Hajar Dewantara seakan mengajarkan kepada kita bahwa kita bahwa kepentingan rakyat harus tetap menjadi prioritas utama, dibandingkan dengan kepentingan pribadi. Kemudian, setiap aksi konkret yang dilakukannya bersifat tulus, tanpa ada maksud pencitraan, mencari simpati atau hanya untuk mendapatkan pujian. Karena seperti yang disebutkan sebelumnya, Beliau menjadikan kemerdekaan dan kesejahteraan rakyat Indonesia sebagai prioritas utama.
Sebagai seorang aktivis pendidikan, Ki Hajar Dewantara adalah seorang representasi dari seorang pendidik yang baik. Karena berdasarkan semboyan yang beliau utarakan sendiri, bahwa seorang pendidik yang baik itu harus dapat menempatkan diri dan bersikap dengan tepat. Ketika berada di depan, maka seorang pendidik yang baik harus dapat menginspirasi datau menjadi contoh yang baik. Ketika berada di tengah, seorang pendidik yang baik harus dapat membangun semangat dan kepercayaan anak didiknya. Ketika berada di belakang, seorang pendidik dapat member dorongan kepada anak didiknya, dan semua hal tersebut ada pada sosok Ki Hajar Dewantara, Sang Pendidik.



Daftar Pustaka
Redaksi. 2012. Bapak Pendidikan Nasional. [online],Tersedia http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/295-pahlawan/1502-bapak-pendidikan-nasional [28 Februari 2012].

Ahira,Anne. 2012. Catatan Biografi Ki Hajar Dewantara. [online],Tersedia http://www.anneahira.com/catatan.htm

24 Agustus 2013

Time is Life, and Life is Always Move forward

Mengoptimalisasi Waktu

source image : http://artikelpas.blogspot.com/2012/12/
waktu-sangat-berharga.html
"Percayalah, Tidak Akan Pernah Bisa Waktu Berulang, Meski Hanya Satu Detik Saja" - Waktu yang kita rasakan sekarang, tentunya berbeda dengan sebelunya. Meskipun pada tanggal yag sama, hari yang sama bahkan tempat yang sama, percayalah pasti berbeda dengan sebelumnya. Karena sudah menjadi sunatullah, bahwa segala yang ada di dunia ini mengalami perubahan.
Sudah banyak yang menerangkan begitu pentingnya esensi waktu bagi manusia. Bahkan, jika memang direnungkan lebih jauh lagi, sebenarnya waktu adalah bagian kehidupan itu tersendiri. Jika waktu kita sudah habis, maka kehidupan kita pun akan habis (baca: meninggal dunia).
Bahkan, banyak sekali firman Allah Swt., dalam alqur’an, yang menegaskan pentingnya waktu bagi manusia. Siapa yang dapat menguasai dan mengoptimalkan waktu yang dimilikinya, maka keberuntungan (insya-Allah), akan didapatnya. Namun, barangsiapa yang justru tidak dapat memanajemen waktunya dengan baik, maka kerugianlah yang akan didapatnya.
Permasalahan keberuntungan dan kerugian ini bukanlah dalam hitungan matematis manusia biasa. Maksdunya bukan hanya tentang kuantitas (seperti halnya seorang pedagang yang biasanya mendapatkan 500 ribu perhari, namun hari ini hanya mendapatkan 300 ribu), tapi juga berkaitan dengan kualitas.
Jika memang demikian, maka tidak selalu dapat dikatakan seseorang yang mendapatkan banyak kekayaan secara materil dapat dikatakan beruntung sebagaimana yang dimaksud di atas. Karena bisa jadi, kekayaan yang dimilikinya, didapatkan dengan cara mencuri misalnya. Maka, keberuntungan bukan hanya tentang kuantitas, tapi juga kualitas.
Nah, mungkin hal ini yang seringkali kita lupakan. Kita hanya terfokus pada penambahan hitungan usia, penambahan jumlah kekayaan dan sebagainya. Padahal, ada hal lain yang sama atau bahkan lebih penting. Misalnya, benarkah dengan bertambahnya usia kita, semakin bertambah banyak juga kontribusi kita untuk nusa, bangsa dan agama? atau Benarkah dengan bertambahnya kekayaan kita, semakin bertambah sedekah kita? dan sebagainya.
Percayalah, tidak akan pernah bisa waktu berluang, meskipun hanya satu detik. Kehdiupan kita berbeda dengan cerita fiksi yang bisa saja beralur maju dan mundur. Kehidupan kita ini akan terus maju, mendekati ketiadaan (baca: meninggal dunia).

Oleh karena itu, setiap detik yang kita miliki haruslah senantiasa kita optimalkan. Jangan menganggap remeh waktu yang sebentar. Sungguh, sebentar dan lama hanya persepsi secara hitungan (kuantitas). Kita bisa saja mendapatkan “kualitas” yang lebih baik, meskipun sebentar. Begitu juga sebaliknya, bisa jadi justru lamanya waktu yang kita miliki, tidak menambah baik kualitas hidup kita. Sehingga keberuntungan akan didapat, bagi orang yang dapat mengoptimalkan waktu yang tidak hanya terfokus pada “sebanyak apa” ataupun “selama apa”, tapi juga “sebaik apa” meskipun hanya sebentar saja.

2 Agustus 2013

Ketika Kemenangan justru menjadi Sebuah Ujian

Ketika Kemenangan justru menjadi Sebuah Ujian

“kemenangan (kesuksesan) adalah ujian yang paling berat” KH. Abdullah Gymnastiar

source : http://yessiskyura.blogspot.com/2011/06/succes.html
Menang atau sukses, adalah harapan kita semua. Kedua hal ini bersifat subjektif dan relative, tergantung persepsi masing-masing orang. Namun pada dasarnya, kemenangan atau kesuksesan, identik dengan tercapainya harapan atau cita-cita.
Hanya saja, sudah menjadi sunatullah, dalam hidup ini kita tidak selamanya dapat meraih sukses ataupun mewujudkan apa yang kita inginkan. Karena “Bunga pun tak selamanya mekar, mentari pun terkadang tidak terlihat sinarnya, bahkan terkadang hujan pun tidak turun ketika tanah sudah sangat gersang”. Intinya, tidak Semuanya selalu dan harus seperti apa yang kita inginkan.
Meskipun demikian, bukan berarti juga sukses atau menang itu suatu hal yang absurd, suatu saat apa yang kita inginkan bisa saja terwujud (dengan izin Allah tentunya). Namun permasalahan selanjutnya ialah bagaimana sikap kita menghadapi kemenangan atau kesuksesan tersebut. Justru tidak jarang, setelah mendapatkan apa yang diharapkannya, seseorang merasa aman dan nyaman yang pada akhirnya mengakbatkan dia lalai dari hak dan kewajibannya selaku seorang khalifah dan ‘abid di bumi ini.
Maka benar apa yang dikatakan oleh AA Gym yang telah disebutkan di atas. Kemenangan itu sebenarnya ujian yang sesungguhnya bagi kita. Karena seringkali semangat, ketekunan dan kesungguh-sungguhan itu ada dalam diri kita, ketika kita gagal dan tetap mencoba untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Namun, setelah kita mendapatkan apa yang kita inginkan, semangat, ketekunan dan kesungguh-sungguhan tersebut justru hilang dari kita. Misalnya, ketika kita ingin lulus ujian, kita begitu rajin belajar dan melakukan kebaikan-kebaikan yang dapat menjadi wasilah lulusnya kita dalam ujian. Namun setelah kita lulus, semangat untuk belajar dan kebaikan - kebaikan itu pun kita tinggalkan. Bahkan terkadang karena merasa sudah bebas, kita menjadi malas.
Namun, hal tersebut bukanlah suatu hal yang pasti atau mengikat. Hanya sebuah kebiasaan dan atau paradigma yang bisa saja diubah jika memang ada kemauan dan usaha untuk mengubahnya. Ya, sebagaimana firman Allah swt., dalam surat Ar-Raddu ayat 11 “sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri”.
Salah satu kuncinya ialah istiqomah atau dalam istilah lainnya ialah berkomitmen. Istiqomah untuk  tetap semangat, istiqomah dengan apa yang telah kita tekadkan sebelumnya dan istiqomah dalam kebaikan yang telah kita lakukan sebelum kita meraih apa yang kita harapkan.
Mengapa harus demikian? Karena tahapan yang terpenting setelah kita meraih kemenangan atau kesuksesan, ialah bagaimana kita dapat mempertahankan bahkan mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari apa yang telah kita dapatkan.
Selain istioqmah, fokus atau khusyu’ menjadi hal yang terpenting lainnya. Bagaimana kita fokus dengan usaha kita, fokus dengan harapan ataupun cita-cita kita selanjutnya dan fokus pada diri kita dengan tidak selalu menghiraukan persepri orang terhadap kita. Lebih jauhnya lagi, kita tetap fokus pada keridhoan Allah swt.
Dengan senantiasa berkomitmen (istiqomah) untuk tetap berada dalam kebaikan apapun yang terjadi dengan kita dan fokus pada keridhoan Allah swt., bukan saja kemenangan (kesuksesan) di dunia yang akan kita dapat, tapi juga kemenangan (kesuksesan) di akhirat, Insya-Allah bisa kita dapatkan. Wallahu ‘alam.