Sang Pendidik
[Perjuangan,
Pengabdian dan Pengajaran dari Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara
(1898-1959)]
“Ing ngarso sun tulodo, ing madyo mbangun karso, tut wuri handayani”.
Bagi para akademisi atau pun
seseorang yang memiliki perhatian penuh terhadap dunia pendidikan Indonesia,
tentunya tidak asing lagi dengan semboyan yang disebutkan di atas. Sebuah
semboyan yang menggambarkan peranan yang harus diberikan oleh seorang pendidik
kepada anak didiknya, sebuah semboyan yang menegaskan pentingnya seorang
pendidik dalam pendidikan dan sebuah semboyan yang menyadarkan kita bahwa kita
harus senantiasa berusaha menjadi seorang pendidik, apapun profesi kita
nantinya. Tepatnya semboyan tersebut dilontarkan oleh seorang Bapak Pendidikan
Nasional, Ki Hajar Dewantara.
Bagi yang belum mengetahuinya,
mungkin akan timbul sebuah pertanyaan : Siapakah Ki Hajar Dewantara itu?,
Mengapa sampai diberi gelar sebagai Bapak Pendidikan Nasional? atau Mengapa
hari kelahirannya dijadikan sebagai hari pendidikan nasional?
sumber gambar : http://infoserayu12.blogspot.com/2013/04/ki-hajar-dewantara-tokoh-pahlawan.html |
Ki Hajar Dewantara, memiliki nama
asli Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Lahir pada tanggal 2 Mei 1889, Beliau merupakan salah satu dari keturunan dari
keraton Yogyakarta. Namun, pada umur 40 tahun (berdasarkan hitungan tahun
caka), beliau menghilangkan gelar kebangsawanan di depan namanya dan mengubah
namanya menjadi Ki Hajar Dewantara, agar dapat lebih dekat dengan rakyat.
Ki Hajar Dewantara adalah seorang
tokoh pejuang kemerdekaan dan pendidikan di Indonesia. Disebut sebagai seorang
tokoh pejuang kemerdekaan, karena beliau bersama yang lainnya (seperti Ir.
Soekarno, Cipto Mangoenkoesoemo, Douwes Dekker), berjuang merebut kemerdekaan
Indonesia dari tangan Belanda dan Jepang ketika itu, melalui aktivitas sosial
dan politik ketika itu. Disebut sebagai seorang tokoh pejuang pendidikan,
karena beliau merupakan seseorang yang berjuang memberikan pendidikan bagi
seluruh rakyat, baik dari kalangan priyayi maupun rakyat jelata di Indonesia.
Ki Hajar Dewantara, menamatkan
belajarnya di ELS (sekolah dasar Belanda), dan sempat belajar di STOVIA
(Sekolah Kedokteran Bumiputera) namun tidak menamatkannya karena sakit.
Kemudian beliau aktif menjadi seorang wartawan di beberapa media massa ketika
itu. Tulisannya yang komunikatif, tajam dan patriotik, dapat membangkitkan semangat
kesatuan dan anti-kolonial bagi para pembacanya.
Pada tahun 1908, Ki Hajar
Dewantara bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudi) dan Cipto
Mangoenkoesoemo, mendirikan Indishe
Partij (Partai Indonesia) yang merupakan partai yang beraliran nasionalisme
pertama di Indonesia yang bertujuan memerdekakan Indonesia. Namun ternyata,
Belanda tidak menyetujui (dengan tidak memberikan status badan hukum) partai
tersebut, dengan alasan bersifat provokatif yang akan menimbulkan semangat
kesatuan rakyat Indonesia untuk “mengusir” Belanda dari Nusantara ketika itu.
Meskipun tidak mendapat
persetujuan dari Belanda, perjuangan ki Hajar Dewantara dalam memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia terus berlanjut, dengan mendirikan Komite Bumipoetera
pada November tahun 1913. Komite tersebut merupakan komite tandingan dari
komite yang dibentuk oleh Belanda dalam rangka merayakan seratus tahun
kemerdekaan Belanda, yang mengharuskan setiap kawasan jajahan Belanda
(inlander), menyetorkan uang untuk penyelenggaraan perayaan kemerdekaan
tersebut.
Salah satu yang paling mendapat
perhatian, dari pergerakanya di Komite Boemipoetra, ialah dengan membuat
tulisan yang berjudul “Als Ik Eens
Nederlander Was” atau “Seandainya Aku S eorang Belanda”. Dalam tulisannya
tersebut, Beliau menyampaikan kritiknya terhadap sikap belanda dalam memeras
inlander untuk mengadakan sebuah acara yang tidak ada sama sekali hubungannya
dengan inlander tersebut.
Setelah pihak Belanda mengetahui
tulisan tersebut, mereka (yang diwakili oleh Gubernur Jendral Idenburg), ketika
itu menjatuhkan hukuman tanpa proses pengadilan kepada Ki Hajar Dewantara,
dengan diasingkan ke pulau terpencil. Namun, Ki Hajar Dewantara dihendaki untuk diasingkan
ke Belanda. Berdasarkan pertimbangan lain, beliau memilih “dibuang” ke Belanda
dibandingkan ke pulau terpencil di Indonesia. Sehingga, pada tahun 1913, beliau
mulai diasingkan ke Belanda bersama teman-teman seperjuangannya yang lain
Ki Hajar Dewantara, tidak
menyia-nyiakan kesempatannya untuk dapat mempelajari mengenai pengajaran dan
pendidikan di Belanda. Bahkan, beliau pun mendapatkan gelar Europeesche Acte, yang merupakan sebuah
ijazah yang sangat bergengsi ketika itu.
Akhirnya, pada tahun 1918 beliau
dan teman seperjuangannya kembali pulang ke Indonesia dan memusatkan perjuangan
beliau dalam memerdekakan Indonesia melalui jalur pendidikan. Kemudian, mereka,
mendirikan Onderwijs Istitut Tamansiswa
(Perguruan Nasional Tamansiswa), pada tanggal 3 Juli 1992. Tamansiswa ini
merupakan salah satu bentuk aksi konkret mereka (terutama Ki Hajar Dewantara),
dalam mengembangkan pendidikan di Indoesia.
Pergruruan Nasional Tamansiswa
ini merupakan sebuah tandingan dari sekolah yang didirikan oleh Belanda.
Sehingga, rakyat Indonesia ketika itu dapat merasakan pengajaran dan pendidikan
tanpa memandang status sebagai rakyat biasa ataupun seorang priyayi. Karena
semua golongan dapat bersekolah di sini, terutama rakyat jelata. Perguruan
Nasional Tamansiswa juga memiliki semboyan, Ing
ngarso sun tulodo, ing madyo mbangun karso, tut wuri handayani, yang
menjadi semboyan pendidikan di Indonesia saat ini.
Setelah Indonesia meraih
kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, beliau diangkat sebagai Menteri
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan pertama Indonesia, dibawah Presiden
Soekarno ketika itu. Kemudian, beliau juga sempat mendapatkan gelar Doktor
Honoris Causa dari Universitas Gadjah Mada pada tahun 1957. Dua tahun setelah
beliau mendapatkan gelar kehormatan tersebut, beliau menghebuskan nafas
terakhirnya, tepatnya pada tanggal 26 April 1959 dan di makamkan di Taman
Wijaya Brata, Yogyakarta.
Berkat perjuangannya dalam upaya
memerdekakan Indonesia, beliau ditetapkan sebagai pahlawan Nasional,
berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 305 tahun 1959, pada tanggal 28
November 1959. Selain itu, hari kelahirannya pun (2 Mei), dijadikan sebagai
hari pendidikan Nasional, sebagai penghormatan dan penghargaan atas jasa beliau
dalam dunia pendiidkan di Indonesia.
Ki Hajar Dewantara tentunya tidak
hanya mendapatkan gelar secara dejure saja.
Tapi, secara faktanya juga, Beliau merupakan seorang tokoh yang sangat
menginspirasi, baik sebagai seorang wartawan, politisi maupun seorang akademisi atau aktivis pendidikan.
Sebagai seorang wartawan, Ki
Hajar Dewantara dapat menunjukan bahwa sebuah tulisan dapat dijadikan sebagai
alat pemersatu bangsa, ketika tulisan tersebut bersifat konstruktif dan
patrrioitik. Selain itu juga, keberanian beliau dalam menyampaikan pendapat
demi tercapainya sebuah keadilan, meskipun ancamannya berat, sepantasnya
dijadikan inspirasi oleh para wartawan saat ini.
Sebagai seorang politisi, Ki
Hajar Dewantara seakan mengajarkan kepada kita bahwa kita bahwa kepentingan
rakyat harus tetap menjadi prioritas utama, dibandingkan dengan kepentingan
pribadi. Kemudian, setiap aksi konkret yang dilakukannya bersifat tulus, tanpa
ada maksud pencitraan, mencari simpati atau hanya untuk mendapatkan pujian.
Karena seperti yang disebutkan sebelumnya, Beliau menjadikan kemerdekaan dan
kesejahteraan rakyat Indonesia sebagai prioritas utama.
Sebagai seorang aktivis
pendidikan, Ki Hajar Dewantara adalah seorang representasi dari seorang
pendidik yang baik. Karena berdasarkan semboyan yang beliau utarakan sendiri,
bahwa seorang pendidik yang baik itu harus dapat menempatkan diri dan bersikap
dengan tepat. Ketika berada di depan, maka seorang pendidik yang baik harus
dapat menginspirasi datau menjadi contoh yang baik. Ketika berada di tengah,
seorang pendidik yang baik harus dapat membangun semangat dan kepercayaan anak
didiknya. Ketika berada di belakang, seorang pendidik dapat member dorongan
kepada anak didiknya, dan semua hal tersebut ada pada sosok Ki Hajar Dewantara,
Sang Pendidik.
Daftar Pustaka
Redaksi. 2012. Bapak
Pendidikan Nasional. [online],Tersedia http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/295-pahlawan/1502-bapak-pendidikan-nasional
[28 Februari
2012].
Ahira,Anne. 2012. Catatan
Biografi Ki Hajar Dewantara. [online],Tersedia http://www.anneahira.com/catatan.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar