Pages

Labels

slide

25 Mei 2015

Labelisasi


source : http://eudesignstudio.com/white-label-web-design/
“Ketika label tersebut hilang dalam diri seorang manusia, maka dia pun tidak menjadi apa-apa”. 
Potongan monolog salah satu aktor dalam film “Malaikat Tanpa Sayap” (abaikan masalah film-nya) di atas tetiba mengingatkan saya tentang pesan yang disampaikan oleh Prof. Rhenald Kasali dalam tulisannya di sebuah surat kabar nasional. Inti dari pesan tersebut ialah tentang pentingnya mencari “meaning” daripada “money”. (tulisan lengkapnya bisa dibaca di sini).
Ya, setidaknya hal tersebut yang sedang saya coba pahami akhir-akhir ini, yaitu tentang apa dan bagaimana menemukan meaning
Awal yang sama
Setiap manusia lahir dengan kapasitas yang sama. Meskipun terlahir dengan kondisi yang berbeda, pada hakikatnya setiap manusia terlahir dalam keadaan “suci” dan tanpa pengetahuan apa-apa. 
Setelah bayi tersebut lahir, barulah muncul “labelisasi” yang didasarkan pada latar belakang keluarga, masyarakat di sekitar rumah, periode kelahiran bahkan sampai rupa sang bayi. Label tersebut hadir dengan berbagai jalan, dari mulai pemberian nama, opini masyarakat dan atau sengaja “dilabelisasi” sendiri oleh keluarganya. 
Contoh kasus dari konteks yang dituliskan di atas saya yakin sudah sering ditemui di tengah masyarakat. Seperti ketika seorang raja atau sultan memiliki anak, maka tentu persepsi orang terhadap anak tersebut akan berbeda dengan seorang anak yang terlahir dari seorang (mohon maaf) tukang ojeg. Namun, sekali lagi hal tersebut merupakan sebuah “labelisasi” yang bukan didasarkan kapasitas anak, namun faktor eksternal yang memiliki hubungan dekat dengan anak tersebut.
Dan dalam konteks ini saya setuju dengan kutipan di atas bahwa pada suatu saat ketika label tersebut hilang, maka kita pun tidak akan menjadi apa-apa.
Labelisasi ulang
Seiring dengan tumbuh dan berkembangnya seorang anak manusia, akan terjadi pula “labelisasi ulang”, mulai dari label pintar dan bodoh di bangku sekolah, aktivis dan apatis di bangku perkuliahan, “bos” dan karyawan di dunia pekerjaan bahkan sampai pada labelisasi secara penampilan di tengah masyarakat entertainment. 
Pada fase ini, kita sebagai manusia mulai “di-labelisasi” berdasarkan kapasitas dan hasil yang telah dicapai. Singkat cerita, label yang telah diberikan akan berubah seiring berkembangnya kapasitas dan pencapaian. 
Fase ini menjadi tantangan tersendiri, mengapa? Karena seiring berjalannya waktu, akan ada “labelisasi ulang” yang menuntut ke-istiqomah-an (kontinuitas) agar label yang baru justru tidak bersifat kontradiktif. Bahkan sebaliknya, label baru tersebut dapat bersifat contradistinct.
“Labelisasi ulang” tersebut akan terus terjadi sampai batas waktu hidup di dunia ini habis. Bahkan seringkali, saat seseorang meninggal dunia sekali pun, “labelisasi ulang” terus terjadi seiring dengan bertambahnya fakta yang terungkap.
So, Meaning or Money?
Kembali ke bahasan yang saya singgung di awal, bahwa pencarian meaning menjadi hal penting daripadamoney. Bagi saya, Money bukan hanya dalam bentuk eksplisit saja, namun merupakan representasi dari hal-hal yang bersifat fana atau temporer. Sedangkan meaning merepresentasikan sesuatu yang bersifat abadi atau langgeng. 
Jika dikorelasikan antara labelisasi dengan meaning atau money, maka keduanya (dapat) saling mempengaruhi. Sederhananya, jika money menjadi prioritas, maka label yang diterima bisa saja baik, namun hal tersebut akan berubah seiring dengan berjalannya waktu dan meaning tidak akan tercapai. Namun saatmeaning yang dicari, selain money label yang didapat pun akan lebih bersifat langgeng dan infinitif. 
Hanya saja, (selalu saja) kondisi ideal, akan sukar ditemukan dalam realitas kehidupan di dunia ini. Subjektifitas dan kesalahan persepsi menjadikan realitas terkadang bersifat kontradiktif dengan konsep ideal. Namun jika kita berbicara dalam konteks “pahala” dan “dosa”, serta keyakinan akan adanya balasan dari apa yang dilakukan di dunia, maka pencarian meaning akan menjadi sesuatu yang esensial dari pada pencarianmoney ataui bahkan label (dari manusia) itu tersendiri. 
Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.  (QS. Al-Hasyr : 18)
(penjelasan lebih lengkap tentang ayat di atas, dapat dilihat disini)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar