Menjemput Takdir Menjadi Poros
Maritim Dunia
Fawaz Muhammad Sidiqi, Universitas
Diponegoro
(10 besar esai LPM Edents FEB Undip)
“Indonesia bukanlah negara maritim,
Indonesia hanyalah negara kepulauan yang bercita-cita ingin menjadi negara
maritim…”[1]
Sebutan
bahwa Indonesia merupakan negara maritim nampaknya perlu dipertanyakan. Indonesia yang memiliki luas laut sekitar 5,8
juta km2, terdiri dari 2,3 juta km2 perairan kepulauan,
0,8 km2 perairan territorial dan 2,7 km2 perairan Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI)[2],
pada kenyataannya masih tidak berdaya dalam memenuhi kebutuhan ikan, garam dan
hasil produksi laut lainnya secara mandiri.
Permasalahan
lain seperti konflik bilateral dengan negara tetangga terkait sengketa pulau,
pencurian ikan di beberapa wilayah ZEEI oleh nelayan asing dan belum mampu
bersaingnya ikan hasil tangkapan nelayan lokal dengan ikan hasil impor menjadi
sedikit dari banyaknya permasalahan yang mengganjal dalam mewujudkan visi
menjadi poros maritim dunia. Sebuah konsep besar yang dibangun dari mimpi dan
harapan, serta kesadaran terhadap potensi yang dimiliki negeri ini. Pertanyaannya,
akankah hal tersebut terwujud?
Problematika Kelautan dan Perikanan
Indonesia
Salah
satu problematika kebaharian di Indonesia yang masih belum dapat diselesaikan
hingga saat ini, ialah rendahnya produktivitas perikanan nasional. Pada tahun
2007 saja, produktivitas perikanan tangkap di Indonesia mengalami penurunan
sebesar 4,55 persen, padahal pada periode tersebut kapal-kapal serta teknologi
yang digunakan lebih maju dibandingkan sebelumnya. [3]
Rendahnya produktivitas perikanan ini dapat dilihat juga dari rendahnya
pencapaian produksi ikan nasional serta nilai ekspor pada era pemerintahan sebelumnya.
Periode pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I misalnya, seakan
menggenapi kegagalan dari era sebelumnya, dimana program Revitalisasi Kelautan
dan Perikanan produksi ikan nasional yang digagas hanya mampu mencapai kurang
dari 7 ton dari target 9,7 juta ton dan nilai ekspor sebesar 2,1 milyar $ US
dari target sebesar 5 milyar $ US.[4]
source : http://garudamiliter.blogspot.com |
Permasalahan
lain yang harus segera diselesaikan ialah keamanan laut. Dampak dari masih rendahnya
keamanan laut ini ialah masih banyaknya kegiatan illegal fishing oleh kapal-kapal asing. Pada tahun 2010 misalnya,
jumlah kapal pencuri ikan yang ditangkap sebanyak 116 kapal dengan total
kerugian negara yang diselamatkan ialah sebesar Rp. 277,83 milyar. Kapal pencuri
ikan tersebut berasal dari negara Malaysia, Vietnam, Thailand, RRC dan
Philipina.[5]
Paradigma
masyarakat yang masih berorientasi pada daratan (land oriented) menjadi permasalahan lain yang menjadi hambatan
dalam mewujudkan negara poros maritim dunia. Salah satu bukti dari permasalahan
ini ialah pengalokasian segenap sumberdaya pembangunan yang lebih
diprioritaskan pada sektor-sektor daratan, hal ini tentu sangat kontradiktif
dengan kondisi geografis Indonesia sebagai negara bahari, yaitu negara laut
yang memiliki banyak pulau.[6]
Kebijakan Pemerintah dalam
Mewujudkan Negara Poros Maritim Dunia
Langkah
awal yang memperlihatkan keseriusan pemerintah untuk mewujudkan visi menjadi
poros maritim dunia ialah dengan dibentuknya Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman. Empat poin penting yang menjadi fokus pengembangan bidang
kemaritiman ialah : Kedaulatan, Sumberdaya Alam, Infrastruktur dan IPTEK
(budaya maritim).
Kebijakan
lain yang menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam mewujudkan negara poros
maritim dunia ialah peningkatan kemanan laut dengan membentuk Badan Keamanan
Laut (Bakamala).[7] Setelah
Bakamala dibentuk, kebijakan lain guna meningkatkan keamanan laut pun diperkuat
dengan menambah kapal patroli laut sebanyak 30 kapal.[8]
Jumlah tersebut tentu akan meningkatkan luas wilayah patrol serta membuka
kemungkinan ditangkapnya kapal pencuri ikan sebelum pencurian dilakukan.
Pembentukan
Bakamala seakan melengkapi kebijakan yang telah direalisasikan sebelumnya,
yaitu penenggelaman kapal asing yang melakukan pencurian ikan di wilayah ZEEI. Sejak
Januari 2015 saja, sudah 22 kapal ditenggelamkan yang sebelumnya telah terbukti
melakukan kegiatan Illegal Unreported
Unregulated (IUU) Fishing di
Perairan Indonesia. Jumlah tersebut diproyeksikan akan bertambah seiring
bertambahnya kapal pencuri ikan yang tertangkap.[9]
Selain
peneggelaman kapal, kebijakan lain yang telah dikeluarkan oleh pemerintah ialah
apa yang terkandung dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 1 dan 2
Tahun 2015. Permen yang berisi larangan penangkapan Lobster, Kepiting dan
Rajungan pada keadaan tertentu serta penggunaan pukat hela dan pukat tarik
(Cantrang), menjadi salah satu bukti komitmen pemerintah dalam menjaga
kelestarian Sumberdaya Alam Laut.
Modal Besar
Potensi
sumberdaya laut yang besar menjadi salah satu modal tersendiri untuk mewujudkan
negara poros maritim dunia. Potensi tersebut tersebar dalam beberapa sektor,
dari mulai Sumberdaya yang dapat diperbaharui (perikanan, hutan mangrove,
terumbu karang), Sumberdaya tidak terbarukan (minyak bumi, gas, bahan tambang,
mineral dan harta karun), Energi Kelautan (Pasang-surut, gelombang, Ocean Thermal Energy Conversion) dan Jasa-jasa
Lingkungan (Pariwisata, perhubungan, kepelabuhan dan penampung limbah)[10].
Selain
itu, lima aspek penting yang perlu dikembangkan sebagai kunci dari terwujudnya
negara poros maritim dunia ialah : Penumbuhan jiwa bahari (dengan memasukan
pendidikan kelautan dalam kurikulum pendidikan nasional), Penegakan kedaulatan
yang nyata di laut, Pembangunan industri maritim, Penataan ruang wilayah
maritim dan Pengembangan sistem hukum maritim.
Kekayaan
sumberdaya kelautan yang besar tersebut pada akhirnya hanya akan menjadi potensi,
jika kebijakan yang pemerintah ambil tidak sejalan dengan pengembangan dan pemanfaatan
pada bidang kelautan. Problematika kelautan merupakan permasalahan yang
multikompleks, sehingga penyelesaiannya pun memerlukan kolaborasi dari semua
pihak yang berkepentingan. Komitmen dan aksi nyata serta kolaborasi dari semua
pihak, pada akhirnya akan membuat visi sebagai negara poros maritim dunia dapat
benar-benar terwujud. Semoga saja.
[1] Lutfi Mustafa. 2010. Revitalisasi Paradigma Kebijakan Pembangunan
Sektor Kelautan (Ocean Oriented Policy).
Jurnal Transisi 6 (2) : 45-61.
[2] Suhana. 2010. Redesain Kebijakan Ekonomi Kelautan dan Perikanan
untuk Kesejahteraan Rakyat dan Kelestarian Suberdaya. Jurnal Transisi
6(2):1-28.
[3] Ibid
[4] Ibid
[5] Ibid
[6] Lutfi Mustafa. 2010. Revitalisasi Paradigma Kebijakan Pembangunan
Sektor Kelautan (Ocean Oriented Policy).
Jurnal Transisi 6 (2) : 45-61.
[7] Iqbal Anwar. 2015. “Menko Maritim : Inpres Penanganan Illegal
Fishing Segera Dikeluarkan Presiden” [Online],
Tersedia http://jurnalmaritim.com/2015/01/menko-maritim-inpres-penanganan-illegal-fishing-segera-dikeluarkan-presiden/
diakses pada 24/4/2015 pukul 20.00 WIB
[8] Prasetyo Anom. 2015. “Bakamala Tambah 30 Kapal Patroli” [Online], Tersedia http://jurnalmaritim.com/2015/02/bakamla-tambah-30-kapal-patroli/
diakses pada 24/4/2015 pukul 20.10 WIB
[9] Redaksi. 2015. “KKP Tenggelamkan 22 Kapal Pencuri Ikan” [Online], Tersedia http://jurnalmaritim.com/2015/03/kkp-tenggelamkan-22-kapal-pencuri-ikan/
diakses pada 24/4/2015 pukul 20.05 WIB
[10] Rachmad K. 2010. Masyarakat Pesisir dalam Ancaman Global Warming.
Jurnal Transisi. 6(2) : 29-44.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar