Dini
hari itu nampaknya menjadi salah satu waktu yang paling istimewa bagi sepasang
suami istri, yang bahkan masih terhitung muda yang tinggal di suatu kampung di
Kota Tasikmalaya. Pasalnya, anak pertama buah perkawinan mereka kini telah
lahir. Tepatnya tanggal 23 Agustus 1995 sekitar
pukul 23.50 WIB. Kemudian mereka sepakat
memberikan nama sekaligus do’a bagi si bayi mungil itu Fawaz Muhammad Sidiqi yang dapat diartikan pemenang yang benar. Lengkapnya,
benar dalam ucapannya, benar dalam akhlaknya, yang berjuang pada jalan yang benar dan mendapatkan kebahagiaan
aatau kemenangan yang benar(baca: surga).
Sekitar
3 tahun kemudian, bayi yang beranjak menjadi balita itu pun didaftarkan sebagai
seorang siswa TK Riyadlushshorfiyyah sebagai langkah awal menuju jenjang
pendidikan yang lebih tinggi agar dapat merealisasikan do’anya itu. Di TK ini,
mulailah terlihat bakat dan potensi balita tersebut yang terrepresentasikan
dari nilai sang balita tersebut. Setelah hampir 2 tahun bercengkrama dan belajar
di dunia TK, mereka pun sependapat untuk tetap menyekolahkan anak pertamanya
itu ke sekolah yang berada masih tidak jauh dari rumahnya. Sebuah sekolah yang
menjadi sekolah kedua orang tuanya juga. Bahkan, Kakek balita tersebut
merupakan mantan kepala sekolah sekolah tersebut. Pantaslah, sekolah itu tidak
terlalu asing baginya. Sekolah itu bernama Madrasah Ibtidaiyyah(MI) Persatuan Umat Islam (PUI) Awiluar. Di sekolah
tersebut, bakat dan potensi anak tersebut semakin hari, semakin terasah. Ini kembali
terbukti dari selama 6 tahun anak tersebut bersekolah di MI tersebut, hanya
satu kali absen sebagai peringkat ke-1 di kelas juga angkatannya.
Sebuah hasil
yang semakin memperlihatkan potensi sang anak yang menjadi anugerah yang besar
dari Yang Maha Kuasa. Kemudian, kesempatan pun diberikan dengan cukup besar
oleh guru maupun teman-temannya sebab sang anak beberapa kali terpilih sebagai
Ketua Kelas bahkan sebagai Dokter Kecil di sekolahnya. Namun, suatu sikap yang
dibawanya semenjak balita masih saja sering dilakukkan yang bahkan menjadi salah
satu ciri khas anak tersebut yaitu mengisap jempol sebelah kiri nya. Meskipun sudah
beberapa kali orang tuanya berusaha agar sang anak terlepas dari kebiasaannya
tersebut, namun sang anak tetap saja belum bisa berubah dan menanggapinya
dengan sikap polos anak-anak pada umumnya. Barulah semenjak diberi ramuan yang
cukup pahit dari orang tuanya anak tersebut bisa berhenti dari kebiasaannya
tersebut. Tapi, awalnya sang anak merasa berat dalam menjalani hari-hari pertamanya
tanpa kebiasaannya tersebut namun sang anak pun akhirnya terbiasa meskipun dengan
usaha yang cukup berat bagi seorang anak yang berusaha merubah kebiasaannya
itu. Terlebih lagi dari kepribadian sang anak yang terkesan lugu dan terbilang
sedikit cengeng yang membuat keadaannya ditengah temannya tidak kondusif
pasalnya seringkali sang anak menjadi korban kenakalan teman-temannya. Bahkan
tak jarang kedua orang tua nya hadir sebagai pembela dan pelindung bagi sang
anak saat keadaan ayng tidak menyenangkan baginya tersebut. Namun, seiring
berjalannya waktu, kepribadian sang anak pun mulai membaik klimaks nya ketika
sang anak berada pada tinngkat akhir untuk seorang siswa MI atau tepatnya kelas
6 MI waktu itu, sang anak mulai mengambil peran ditengah teman-temannya. Bukan
berarti menjadi pelaku tapi setidaknya sudah mampu bergaul dan berinteraksi
dengan normal. Sehingga potensinya pun dapat lebih terasah lagi ini terbukti
dari prestasinya yang mampu menjadi Juara ke-2 lomba pidato bahasa Inggris se-Kota
Tasikmalaya untuk siswa MI. yang menjadi prestasi tingkat kota pertamanya. Sebuah
prestasi yang semakin melambungkan cita dan harapan sang anak untuk menjadi
seseorang yang sukses. Namun, prestasi
yang diraihnya ini tidak secara spontan ataupun instan. Semenjak kelas 4 MI,
sang anak memang terkenal dapat menyampaikan pidato dengan cukup baik terbukti
dengan hampir selalu menjadi Juara lomba pidato, apakah 1,2 ataupun 3 se-kampung
tempat tinggalnya waktu itu.
Tidak
terasa, sampailah sang anak pada tahapan akhir bagi siswa MI, yaitu Ujian
Akhir. Berhubung sekolahnya waktu itu nampaknya masih belum bisa untuk
melaksanakan ujian secara mandiri, maka sang anak bersama teman-temannya yang
lain mengikuti Ujian Akhir di Sekolah yang cukup jauh dari sekolahnya. Namun,
itu tidak membuatnya lantas patah semangat dengan gaya polos dan lugu nya, sang
anak pun mengikuti ujian dengan semangat.
.....
to be continued..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar