Pages

Labels

slide

8 September 2011

Jurnal Hari Ini

ironis, apa yang terjadi akhir-akhir ini. bukan tentang kekezaman zionis, bukan juga tentang anak-anak jalanan yang mati kelaparan, tentunya bukan juga mengenai para wakil rakyat yang mendadak tenar dengan berbagai kabar-kabar tentang prilaku mereka.
tepatnya ini mengenaai kehidupan pribadi saya, yang seperti tak wajar apabila dilihat tanpa kesadaran akan seperti itulah hidup. Ada sebuah perkataan bahwa "hidup itu tak selalu seperti apa yang kita inginkan, tapi hidup selalu seperti apa yang kita jalani", yang mana kalimat itu menyadarkan saya tentang apa yang saya jalani akhir-akhir ini. seperti halnya ketika saya berkata tentang sebuah kebenaran akan apa yang harus dijalankan dan ditinggalkan, seakan-akan saya sendiri melaksanakan larangan yang jelas-jelas saya katakan dilarang. lebih rincinya, ketika saya berkata tentang 4 hal yang harus kita hindari, dari mulai banyak makan, banyak tidur, banyak ngobrol yang tidak berguna, dan banyak melamun, semua larangan itu sukses saya laksanakan.
bukannya tanpa sadar, tapi selalu tumbuh beribu alibi yang mengalahkan keteguhan hati.
ada juga cerita tentang syukur dan sabar yang sudah menjadi bukan rahasia lagi mengenai harusnya bersyukur ataupun bersabar dengan apa yang kita jalani. juga mengenai balasan yang akan diterima baik saat bersabar ataupun bersyukur tersimpan di memori otak ini. Namun ironisnya, semua itu seakan-akan belum menjadikan motivasi untuk diri ini, untuk selalu bersabar dan bersyukur setiuap menjalani sesuatu. bukannya tidak tahu, bagaimana cara melakukan itu, tapi sekali lagi seribu alibi itu mengalahkan keteguhkan hati.
masih ada cerita tentang bagaimana keironisan hidup ini, seperti halnya tentang sholat tepat waktu, manajemen waktu dan sebagainya yang mana memiliki cerita yang hampir sama dengan 2 cerita diatas.
"seakan bertemu pada suatu titik, dan seakan-akan hidup ini menjadi ilustrasi tentang apa yang seharusnya tidak saya lakukan pada apa yang saya katakan".
yang masih baru, ketika saya mengingatkan tentang pentingnya helm itu, beberapa saat kemudian sebuah kejadian menegaskan pentingnya helm saat saya terjatuh didepan mesjid sekolah. bukan hanya helm yang saya ambil pelajaran juga tentang manajemen qalbu, tepatnya tentang riya yang mana perlunya diri ini terus belajar agar memperbaharui cara terhindar dari riya itu.
selain cerita tentang hal yang baru, masalah lain juga muncul mengenai istiqomah, sekalilagi bukannya belum tau bagaimana istiqomah itu, melainkan keangkuhan hati yang masih belum runtuh agar bisa beristiqomah. jika diingat sudah sulit terhitung berapa kali diri ini mengeluh, dan berniat berubah. Namun, itu hanya bertahan satu sampai dua minggu, ataupun tidak sampai satu minggu setelah itu hanya menjadi sebuah cerita. maka benarlah sebuah perkataan, "jika cobaan yang kita hadapi seluas danau, maka sabar itu haruslah seluas samudera, jika kebahagiaan yang kita hadapi setinggi awan, maka syukur kita haruslah setinggi bulan, dan jika kita punya seribu alasan untuk berhenti, maka kita harus punya sejuta alasan untuk tetap istiqomah".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar