Jika
Saya
Menjadi
Walikota Tasikmalaya maka Majulah Dunia Pendidikan di Kota Ini
Pendidikan merupakan
faktor terpenting dalam proses pembentukan karakter seorang manusia. Jika
pendidikan yang diterima seseorang itu baik, maka karakternya pun akan baik.
Begitu juga sebaliknya, jika pendidikan yang diterima seseorang itu buruk, maka
karakternya pun kemungkinan besar akan
buruk.
Selain keluarga dan lingkungan sekitar, sekolah sangat berpengaruh terhadap
pembentukan karakter seseorang. Sekolah sebagai lembaga formal pelaksana sistem
pendidikan nasional berkonsentrasi utama dalam membentuk karakter bangsa
Indonesia untuk menjadi bangsa yang siap menghadapi tantangan zaman, mampu
bersaing secara global, dan memiliki kepribadian yang tangguh.
Dalam proses pelaksanaan mencetak generasi sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dan cita-cita bangsa Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang tertuangdalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 masalah biaya harus menjadi pertimbangan penting. Pada kenyataannya, Pemerintah Pusat dan Daerah belum sanggup sepenuhnya untuk menanggung biaya pelaksanaan pendidikan secara menyeluruh dan berkeadilan. Hal ini berpengaruh pada biaya sekolah yang mahal, yang membuat sebagian orang tua merasa enggan menyekolahkan anaknya. Sekalipun ada sekolah yang memberikan keringanan dalam hal biaya, namun kualitasnya sangat minim. Lantas pertanyaan selanjutnya, di manakah tempat membentuk karakter remaja, sebagai penerus bangsa yang paling baik?
Maka dari itu, berangkat dari kecintaan saya terhadap bangsa Indonesia
terutama Kota Tasikmalaya, akan ada standar sekolah tersendiri di
Tasikmalaya, jika saya menjadi walikota
kelak. Kedelapan standar nasional pendidikan seperti yang telah diatur oleh
Pemerintah Pusat akan saya implementasikan melalui kebijakan-kebijakan khusus
di Kota Tasikmalaya sebagai solusi pendidikan masa kini.
Berat memang untuk mewujudkannya, dan tentunya perlu kerja keras bersama
semua pihak. Semua jajaran instansi di bawah naungan kepemimpinan saya perlu dipahamkan
akan pentingnya mencapai generasi yang baik melalui proses yang baik agar
ide-ide cemerlang dalam wujud tindakan nyata terealisasi dalam kiprah
pengabdian tulus.Dengan mengutip perkataan sang penulis buku best seller Laskar Pelangi, Andrea Hirata, “Beranilah bermimpi karena Tuhan akan memeluk
mimpi-mimpimu itu”. Maka, inilah gagasan saya dalam mewujudkan mimpi saya
tersebut.
Esensi
Pendidikan
Istilah pendidikan
pertama kali ada di Yunani, dengan sebutan paedagogiek
yaitu ilmu menuntun anak.Paedagogia, yaitu
pergaulan dengan anak-anak.Paedagog, yaitu
orang yang menuntun/mendidik anak.
(ensiklopedia Islam jilid 6 : 155)
Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan
berarti proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran, pelatihan, proses,
perbuatan dan cara mendidik.
Banyak ahli berpendapat
mengenai definisi pendidikan.Salah satunya ialah Ki Hajar Dewantara yang
menjelaskan bahwa pendidikan ialah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada
pada anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat
mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Saya menganalogikan pendidikan
tak ubahnya seperti udara dalam bernapas, atau merupakan elemen input terpenting dalam pembentukan
karakter atau kepribadian seseorang.
Jika seluruh organ pernapasan baik, maka
udara dari lingkungan yang baik akan diproses dengan kualitas yang baik
dan hasil pernapasan itu akan baik pula. Namun sebaliknya, jika udara dari
lingkungan buruk (tercemar), maka kualitas pernapasannya pun buruk walau organ
pernapasannya baik,bahkan organ pernapasan lama-kelamaan akan rusak jika harus
memproses udara yang tercemar terus-menerus.
Sama halnya dengan kualitas karakter seseorangyang merupakan
representasi dari kualitas pendidikan yang diterimanya, atau dengan kata lain,
jika pendidikan yang diterimanya baik maka karakternya pun akan baik. Namun
sebaliknya, jika pendidikan yang diterimanya buruk maka akan buruk juga
karakternya. Karena pada dasarnya ketika seorang manusia dilahirkan, manusia
berada pada kondisi yang fitrah atau suci, bergantung kualitas pendidikan yang akan
diterimanya nanti baik jenjangnonformal maupun formal.
Jika saya menjadi Walikota
Tasikmalaya, pendidikan akan menjadi salah satu fokus utama
yang akan saya tingkatkan kualitasnya karena saya bertanggung jawab untuk mengharumkan citra Kota Tasikmalaya sebagai
kota yang terkenal dengan sebutan kota santri.Karakter yang ditunjukkan oleh masyarakat
Kota Tasikmalaya, harus menjadi contoh
bagi kota-kota lainnya di Indonesia demi mewujudkan cita-cita bersama, menjadi
bangsa yang berkarakter baik.
Sekolah
sebagai Lembaga Formal Pendidikan Nasional
Sebagai lembaga formal
pendidikan di Indonesia, sekolah menjadi salah satu prioritas utama dalam
mewujudkan cita menjadi bangsa yang berkarakter. Pemerintah pusat melalui
Kemendikbud telah mengatur sedemikian rupa sehingga proses pelaksanaan
pendidikan formal di Indonesia terkonsentrasi di Sekolah. Pemerintah telah menciptakan kebijakan bahwa setiap
jenjang pendidikan di
sekolah, dari mulai SD sampai dengan SMA
telah disesuaikan dengan kondisi psikologis peserta didiknya.
Namun faktanya, sampai
saat ini sekolah masih belum memberikan solusi yang konkret dalam membentuk
karakter para pemuda Indonesia sebagai penerus bangsa. Justru seringkali karakter buruk seorang remaja itu
terlatih di sekolah, seperti halnya plagiat, KKN, dan sebagainya.Selain itu,
biaya sekolah yang mahal menjadi beban tersendiri bagi sebagian besar masyarakat
Indonesia. Meskipun menurut United
Nations Statistics Division (UNSD) pendapatan perkapita Indonesia pada
tahun 2011 naik hampir 20 persen atau tepatnya 17,7 persen, namun faktanya
masih banyak siswa yang terpaksa tidak melanjutkan sekolah akibat keterbatasan
biaya. Kalau pun ada sekolah yang membebaskan peserta didiknya dalam masalah
anggaran, kualitas yang diberikan tidak dapat dikatakan mendukung.Dari mulai bangunan sekolah yang rusak,
tidak adanya sarana laboratorium yang memadai atau bahkan tenaga pendidik yang
kualitasnya rendah.
Dilihat dari masalah biaya, sebenarnya sejak tahun 2005,
pemerintah telah berusaha meminimalisasi
tanggungan biaya bagi peserta didik kurang mampu, melalui program Bantuan
Operasional Sekolah atau sering disingkat BOS. Namun dana BOS pun masih belum memberikan solusi yang
solutifdalam memecahkan permasalahan biaya tersebut.
Sementara untuk masalah
tenaga pendidik, pemerintah pun telah berusaha meningkatkan grade kualitas pendidik dengan
sertifikasi.Namun, permasalahan pun kembali bertambah, misalnya banyaknya guru
yang hanya memprioritaskan gaji besar dari sertifikasi tanpa ada peningkatan
kualitas mengajar. Oleh karena itu, jika saya menjadi
walikota kelak, akan ada evaluasi dan kontrol yang lebih intensif, agar setiap program yang digulirkan
dapat dirasakan manfaatnya secara optimal oleh masyarakat luas.
Kebijakan Sekolah di
Tasikmalaya
Jika saya menjadi walikota, perhatian terhadap pendidikan akan
ditingkatkan. Kebijakan-kebijakan Pemerintah yang akan diambil diupayakan
sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas pendidikan di
Tasikmalaya.Beberapa kebijakan tersebut, yaitu :
1.
Sekolah Gratis dengan Standar yang Baik
Sekolah gratis menjadi tuntutan tersendiri bagi sebagian masyarakat
Indoenesia karena
pada
zaman sekarang ini, jangankan di
kota besar seperti Jakarta, Bandung atau Surabaya, di kota saya sendiri atau
tepatnya di kota Tasikmalaya, banyak sekali remaja yang terpaksa putus sekolah
akibat tidak adanya biaya.
Di satu sisi sekolah sangat diperlukan untuk mengasah kemampuan diri,
membentuk kepribadian, dan merealisasikan cita-cita. Namun di sisi lain, mahalnya biaya sekolah
dan pendapatan orang tua yang pas-pasan menjadikan putus sekolah seperti sebuah
keharusan.
Tapi tidak cukup sampai gratis, kualitas yang diberikan pun harus
representatif karena
walaupun sudah gratis tetap tidak mampu
mencetak generasi yang lebih baik, terlihat sia-sia. Maka dari itu sebagai
salah satu upaya meningkatkan kualitas karakter masyarakat Indonesia khususnya
di Tasikmalaya, jika saya menjadi
walikota, akan ada peningkatan kuantitas pemberian beasiswa bagi para peserta
didik di Kota Tasikmalaya.
Kemudian, di setiap sekolah akan diberlakukan teknis subsidi silang
yang sering dipakai di perkuliahan.
Sistem subsidi silang ini akan diatur sedemikian rupa sehingga tidak ada pihak
yang merasa dirugikan, justru masing-masing mendapatkan keuntungan tersendiri.
Selain itu, perlu
adanya kemandirian dari sekolah dalam hal pencarian sumber dana. Pihak sekolah
perlu mencari sponsor lain dalam membantu biaya operasional sekolah dan tidak hanya terpaku kepada dana BOS ataupun
biaya operasional yang dibayar oleh peserta didik.
2.
Standarisasi Sekolah di Tasikmalaya
Standarisasi sekolah di Tasikmalaya ini, sebagai salah satu upaya
meningkatkan kualitas peserta didik, baik ketika masih sekolah maupun sudah
lulus sehingga manfaat dari bersekolah dapat dirasakan secara lebih optimal
oleh peserta didik pada khususnya.
Standarisasi yang pertama, ialah sesuai dengan 8 standar
nasional pendidikan, terutama bagi Sekolah Bertaraf Internasional. Delapan SNP tersebut mencakup standar isi,
standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar
pembiayaan dan standar penilaian pendidikan.Masing-masing standar telah diatur
dengan rinci dan komprehensif oleh pemerintah, melalui permendiknas yang
terpisah pada setiap standarnya.Jika seluruh standar tersebut terpenuhi sesuai
dengan ketentuan permendiknas yang ada, maka sekolah tersebut dapat
dikategorikan baik.Asalkan dalam pemenuhannya tidak ada tindakan kecurangan
yang dilakukan serta mengikuti prosedur yang sudah ditentukan dengan baik.
Standarisasi kedua ialah standar kualitas, efektifitas dan efisiensi
pendidik.
Pendidik atau di sini guru,
sebaiknya dapat lebih mengoptimalkan jam KBM di kelas dengan menyampaikan
materi secara efektif dan efisien.Efektif berarti peserta didik mampu mengambil
dan menerima setiap pelajaran, efisien berarti dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya.
Fenomena masa kini,
para peserta didik cenderung memprioritaskan bimbingan belajar (bimbel) sebagai
tempat belajar daripada di sekolah.Hal ini sebenarnya menjadi PR tersendiri
bagi para guru di sekolah.Sebuah
ironi, peserta didik yang menghabiskan waktu hampir setengah hari atau bahkan
lebih di sekolah, namun merasa
lebih mudah dan menyenangkan belajar ketika bimbel yang rata-rata hanya
menghabiskan waktu 2-4 jam.
Oleh karena itu,
efektifitas dan efisiensi guru dalam mengajar di kelas akan ditingkatkan, agar
proses KBM di kelas tidak sia-sia dan peserta didik pun dapat lebih menghemat
pengeluaran dengan tidak membayar
biaya bimbel
di luar sekolah.
Selain efektifitas dan
efisiensi yang akan ditingkatkan, kesadaran mengenai perbedaan antara mendidik
dan mengajar akan ditingkatkan. Sebagai guru penting sekali memahami esensi
dari mendidik secara benar, agar timbul kesadaran bahwa peserta didik yang
menjadi anak didiknya merupakan tanggung jawabnya selaku pendidik.Selanjutnya
kesadaran itu diimplementasikan dalam praktiknya secara langsung kepada peserta
didiknya baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Salah satu upaya
meningkatan efektifitas, efisiensi dan kesadaran dalam mendidik ini akan direalisasikan bersamaan dengan
program sertifikasi guru. Dalam proses sertifikasi, akan diadakan pelatihan
mengenai peningkatan efektifitas, efisiensi dan kesadaran dalam mendidik, dan
selanjutnya diimplementasikan dalam praktiknya ketika di Sekolah.
Saya akan membuat kebijakan bahwa para guru harus selalu diberi
pelatihan-pelatihan ilmu dan praktik mendidik serta pengetesan wawasan
keilmuannya secara rutin, misalnya setiap enam bulan sekali. Pelatihan dan
pengetesan gratis tersebut akan memacu guru untuk senantiasa meningkatkan
keilmuan dan kualitas pelayanannnya kepada peserta didik.
Para guru akan diberi rewards dan punishmantsecara merata tanpa pandang bulu baik yang non-PNS maupun
yang PNS.
Standarisasi ketiga ialah standar kuota peserta didik.
Pembatasan kuota peserta didik ini merupakan salah satu upaya membantu pendidik
atau guru agar dapat mencapai
efektifitas dan efisiensi dalam proses
pembelajaran.
Jumlah peserta didik
yang terlalu banyak dalam satu sekolah
atau bahkan satu kelas, dapat mengganggu juga suasana belajar.Selain itu,
jumlah peserta didik perkelas yang terlalu banyak membuat kesempatan untuk
aktif bagi sebagian peserta didik dalam
belajar menjadi minim.
Bagi para pendidik, jumlah peserta didik yang terlalu banyak
juga dapat menyulitkan dalam hal pengontrolan, baik pengontrolan nilai kognitif, afektif, maupun psikomotorik.Kemudian keobjektifan dalam pemberian nilainya pun dipertanyakan.
Jika jumlah peserta didik terlalu banyak, minat dan bakat
peserta didik pun akan lebih sulit terkontrol. Kemudian kedekatan antara peserta didik dan pendidik akan
sangat minim.
Kalau pun bisa, mungkin hanya sebagian kecil dan hanya peserta didik yang
memiliki kepercayaan diri tinggi, atau yang sudah memiliki kedekatan sebelumnya
dengan pendidik karena
para pendidik harus
memperhatikan peserta didik terlalu banyak sedangkan waktu yang
tersedia terbilang sama.
Keadaan seperti ini
sangat mengkhawatirkan, mengingat sebagai seorang remaja yang masih labil, perlu bimbingan yang lebih intensif lagi, agar potensi dan bakat dari para peserta didik dapat
lebih terasah. Maka, jika saya menjadi walikota akan ada pembatasan kuota peserta didik maksimal 25 orang per kelas pada setiap sekolah baik sekolah negeri maupun swasta.
Upaya yang akan
dilaksanakan untuk membatasi kuota peserta didik ini ialah, dengan menerapkan
kebijakan yang mirip dengan SNMPTN tulis tahun 2011. Setiap sekolah akan
dijadwalkan memiliki waktu yang sama pada masa PSB, dan melaksanakan tes masuk
pada hari yang sama juga. Setiap peserta tes, diperkenankan memilih tiga
pilihan sekolah yang diminatinya. Para Panitia PSB tingkat kota, akan mengatur
sedemikian rupa sehingga ada pemerataan peserta didik di setiap sekolah, baik
negeri maupun
swasta. Ada penyesuaian peserta didik yang dilihat dari kemampuan, minat, dan
pilihan sekolah peserta didik yang mengikuti tes tersebut.
Selanjutnya, setiap
sekolah dapat mengadakan tes mandiri, sebagai salah satu alternatif bagi para
peserta didik yang belum diterima PSB tingkat
kota tadi. Namun tetap akan ada pengawasan, jika memang sudah melebihi
kuota yang telah ditentukan pemerintah maka sekolah tersebut tidak
diperkenankan untuk menerima peserta didik baru.
3.
Mewujudkan
Sekolah Berkarakter
Sekolah berkarakter
ialah sekolah yang mampu menghasilkan peserta didik dan lulusan yang
berkarakter. Jika saya menjadi walikota, akan ada kebijakan-kebijakan yang akan
diambil, demi mewujudkan sekolah berkarakter di Tasikmalaya.
Kebijakan pertama,
ialah penerapan nilai-nilai pendidikan karakter yang telah dikonsepkan
pemerintah pusat, terutama masalah kejujuran. Kejujuran menjadi konsentrasi
utama yang akan ditingkatkan, hal ini tidak terlepas dari fenomena masa kini
yang mencerminkan kesadaran peserta didik dalam hal kejujuran masih kurang.
Penumbuhan kesadaran mengenai pentingnya berprilaku jujur ini, dilakukan dengan
memberikan kajian, seminar, atau pelatihan secara rutin.Sebelumnya, pihak
sekolah harus menerapkan konsep kejujuran ini kepada setiap tenaga pendidiknya,
dalam memberikan pengajaran, maupun pelaksanaan operasional sekolah lainnya,
agar menjadi teladan
yang baik bagi para peserta didiknya.
Selain pemberian
materi, dalam praktiknya pun konsep kejujuran ini harus senantiasa dijalankan.
Pihak sekolah akan diinstruksikan
menjalankan beberapa antisipasi, untuk meminimalisasi kesempatan peserta didik
untuk melakukan perbuatan menyimpang. Antisipasi tersebut salah satunya seperti
meningkatkan pengawasan ketika ujian, baik yang bersifat harian ataupun
semester.Selain meminimalisasi kesempatan untuk berbuat kecurangan,
peningakatan pengawasan ini juga setidaknya dapat memengaruhi mental peserta
didik, untuk lebih serius dalam mengikuti ujian. Akan ada pengontrolan yang ketat dari Dinas Pendidikan
Kota dalam pengawasan pelaksana ujian ataupun ulangan semester. Jika ada
sekolah yang ketahuan curang akan diberi sangsi dan yang jujur akan diberi
penghargaan.
Di samping itu, pihak
sekolah juga perlu memberikan rewards dan
punishment secara rutin. Selain dapat
meningkatkan motivasi peserta didik, pemberian rewards dan punishment juga
menjadi salah satu bukti keseriusan sekolah dalam melaksanakan konsep kejujuran
tersebut. Namun, mengenai punishment perlu
adanya penyesuaian agar punishment tersebut
dapat memberikan efek jera.
Mengenai pemberian rewards dan punishment ini, sebagai salah satu upaya merealisasikannya,
pemerintah akan memberikan dana bagi setiap sekolah secara khusus.
Kebijakan kedua,
sejalan dengan rencana pemerintah pusat menambahkan konsep pendidikan karakter
dan kewirausahaan pada tahun yang akan datang, maka jika saya menjadi walikota,
akan ada pelatihan-pelatihan mengenai kewirausahaan secara rutin.Hal ini sebagai salah satu upaya agar
para peserta didik tidak selalu
terfokus untuk menjadi pekerja, namun dapat termotivasi menjadi
pemberi lapangan kerja.
Kebijakan ketiga ialah
pemantauan alumni.Meskipun sudah tidak menjadi peserta didik lagi, namun para alumni harus senantiasa
dipantau. Karena, salah satu keuntungan bagi pihak sekolah dalam memantau para
alumni tersebut ialah, pihak sekolah dapat menerima info teraktual seputar
dunia perkuliahan atau dunia
kerja/enterpreneur yang akan sangat membantu para peserta didik
aktif di sekolah tersebut. Maka, jika saya menjadi walikota, setiap sekolah
akan diintruksikan untuk memantau para alumninya, agar pihak sekolah dapat
mengambil manfaat dari para lulusannya tersebut.
Terlepas dari
standarisasi sekolah dan juga kebijakan-kebijakan dalam mewujudkan sekolah
berkarakter, Pendidikan yang mendapat
bagian 26 persen dari jumlah APBD, atau jika melihat APBD Kota Tasikmalaya tahun
2011 yang mencapai 726 miliar, berarti alokasi untuk pendidikan sekitar 189
miliar. Jika melihat dari jumlah sekolah yang ada di Kota Tasikmalaya, maka
anggaran tersebut akan dapat membantu meningkatkan kualitas pendidikan di Kota
Tasikmalaya. Oleh karena itu, jika saya menjadi walikota, akan ada peningkatan
efektifitas APBD terkait belanja fungi pendidikan, sebagai salah satu upaya
meningkatkan kualitas pendidikan di Kota Tasikmalaya.
Sebenarnya memang bukan
hal yang mudah dan tentu
memerlukan waktu yang tidak singkat, untuk meningkatkan kualitas pendidikan
atau tepatnya sekolah di Kota Tasikmalaya, sesuai dengan gagasan-gagasan yang
telah saya jelaskan.Mulai dari pemenuhan ke-8 Standar Nasional Pendidikan,
pembenahan kualitas
pendidik dan tenaga pendidik, sampai
yang paling sensitif, masalah pembiayaan.Masalah-masalah pun tentunya akan berdatangan sejalan dengan dijalankannya
gagasan-gagasan tersebut. Namun dengan kerja keras bersama, setidaknya
harapan itu masih ada
dan akan selalu ada.Hingga
dunia benar-benar sudah tiada.
Daftar Pustaka
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. (2011). Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Daerah. Jakarta:Depkeu
“pendidikan” . Ensiklopedia Pendidikan Islam.Vol. VI. Hal. 155.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar